Hidup yang berlimpahkan
nikmat ini harus kita rayakan dengan penuh kesyukuran. Sebab berapa banyak dari kita
yang gagal mengelola nikmat yang terjadi adalah hidup yang kian lama kian
terasa sempit.
Ya, segenap potensi
yang diberikan Allah ini pada dasarnya yang mendorong kita ke arah kebaikan.
Dalam bahasa agama kita sebut amal shalih, yakni seberapa maksimal potensi dari
Allah ini kita kelola sedalam-dalamnya hanya untuk patuh terhadap Allah saja
tidak pada yang lain.
Kenyataannya justru potensi
karunia Allah ini justru bisa mengarah pada ujian. Begitu tipisnya batas antara
keinginan untuk mengelola nikmat Allah untuk tujuan takwa dan tujuan hawa nafsu
keduniaan.
Orang sering mengatakan
bahwa mulutmu harimaumu. Ya mulut yang sejatinya bisa kita arahkan untuk
tujuan-tujuan kemuliaan seperti memberi nasihat, amar ma`ruf nahi munkar justru
kita arahkan ke tujuan-tujuan jahat. Banyak diantara kita menggunakan mulut
untuk berkata kotor dan merusak, memfitnah orang lain, menjatuhkan dan membunuh
karakter seseorang dan sebagainya.
Orang seperti ini
gampang sakit, karena ia selalu mengalami dilema, sebab belum tentu apa yang
mereka katakan ditanggapi serius oleh pihak terhasut, sehingga sia-sialah apa
ang mereka usahakan untuk selalu menghasut orang lain. Itu baru satu segi, segi
lainnya jika yang difitnah itu kemudian sabar dan tawakkal pada Allah, ia
justru tidak tenggelam dalam keterhasutan, malah makin bersinar. Ia mendapatkan
karunia Allah yang berlimpah sehingga dengan hasutan itu tidak semakin membuatnya
berkecil hati, justru dibayar mahal oleh Allah dengan limpahan nikmat yang
membuatnya yakin bahwa Allah selalu berada di pihak yang benar.
Di dalam dunia yang
membebaskan mulut-mulut kita untuk berbicara semaunya, sulit bagi kita untuk
mengetahui apa yang benar dan apa yang salah. Fitnah yang merajalela membuat
kita menjadi tak adil dan seringkali memihak para pemfitnah hanya karena mereka
punya posisi, punya derajat dan kedudukan yang sangat tinggi. Padahal jauh-jauh
hari Rasulullah bersabda, Unzhur ma qala
wala tanzhur man qala. Ikutilah apa yang mereka ucapkan jangan mengikuti
siapa yang mengucapkan.
Marilah kita bersikap
bijak dengan berlaku adil kepada siapapun, jangan lantas karena yang bicara
adalah orang-orang besar dan punya posisi, maka kita jadi berpihak kepada
mereka. Karena siapa tahu, mereka yang punya posisi itu adalah para pemfitnah
yang perkataannya adalah untuk menjatuhkan atau melemahkan orang lain, sehingga
ketika kita menganut perkataannya, mereka akan sorak-sorak dan tepuk tangan,
sebab kita telah masuk dalam skenario jahatnya.
[disadur dari majalah
Konsist edisi 30/Th.III/2009 dalam rubrik “Iftitah”, semoga ini menjadi
pembelajaran bersama. Terutama untuk saya sendiri]