Bocah itu berlarian riang kesana
kemari. Bocah yang baru saja bisa berjalan dengan dua kakinya sendiri. Meskipun
dia terjatuh pada beberapa usahanya, dia tetap bangkit lagi untuk berlari
kesana kemari. Dia berdiri, kemudian menepuk kedua lutut dan telapak tangannya
yang terkena debu. Begitulah tingkah laku Si Bocah.
Umurnya mungkin sekitar 2,5 tahun atau
mungkin malah lebih. Umur di mana seorang bocah ingin mengetahui segalanya.
Beberapa barang bahkan hampir masuk ke mulutnya andai ibunya tidak (dengan
lembut) mencegahnya. Perlu tenaga yang ekstra untuk mengawasi bocah ini. Dasar
bocah....
Suatu ketika Si Bocah ini berlarian
menuju ke halaman belakang. Ibunya tanpa lelah mengikuti bocah itu dengan peluh
yang terus mengalir. Namun, dia begitu senang melihat anaknya sangat aktif. Si
Bocah berlari kesana kemari dan pandangannya terhenti pada sebuah benda. Benda
itu berbentuk kotak besar dan terbuat dari susunan potongan bambu yang diikat
dengan kawat. Ukurannya cukup lebar dan sangat tinggi, bahkan melebihi tinggi
Si Bocah. Ada pintu kecil di sudutnya dan terlihat ada bola lampu dengan nyala
agak redup di dalam. Ya, ternyata yang dilihat Si Bocah tersebut adalah kandang
ayam. Tanpa ragu Si Bocah berjalan pelan mendekatinya.
Dari sela-sela dinding bambu kandang
itu dia melihat ke dalam. Si Bocah melihat seekor ayam sedang “duduk” terdiam
tanpa gerak. Dia melihat dengan penuh tanda tanya, keheranan. Melihat Si Bocah itu,
Sang Ibu membuka kandang itu dan dengan kelembutannya yang khas dia berkata
“Itu
namanya ayam, Le... dia sedang angkrem, menjaga telurnya biar nanti keluar anak
ayam.”
“Ayam?
Telur? Apalagi itu” gumam Si Bocah.
Kemudian Sang Ibu mengambil sesendok
nasi dan meletakkannya di dalam kandang. Ayam itu pun bangkit dari “duduk”nya
dan berjalan mendatangi makanan tersebut. Si Bocah semakin heran ketika ayam
tersebut bergeser tempat, tampak ada sesuatu yang berbentuk bulat di tempat
ayam itu berdiri.
“Ohh...Mungkin
itu yang dinamakan telur.” pikir
Si Bocah dengan sebatas pengetahuan yang ia miliki
Beberapa
hari kemudian....
Si Bocah kembali berlarian di sekitar
kandang ayam. Kali ini ibunya hanya melihat dari jauh tetapi masih sambil
mengawasi. Pintu kandang ayam itu terbuka, sehingga Si Bocah bisa leluasa
melihat ke dalam kandang. Dia pun lagi-lagi melihat ke telur ayam tadi. Dia
melihat induk ayam sedang minum di tempat minumnya.
Dari sudut mata pandangan Si Bocah,
telur itu terlihat retak di beberapa sisi. Dari cangkangnya yang hampir lepas,
dia melihat seonggok makhluk kecil dengan bulunya yang masih basah. Makhluk itu
masih lemah, bahkan matanya masih tertutup. Dasar bocah, dia berusaha untuk
mengambil telur itu.
Tanpa diduga, induk ayam itu
menghentikan kegiatan melepas dahaganya dan berlari menuju telur yang hampir
diambil oleh Si Bocah. Bocah itu pun kaget bukan kepalang. Meskipun induk ayam
tidak menyerang Si Bocah, tetap saja Si Bocah berlari ketakutan menghampiri
ibunya.
***
Induk ayam pun kembali di peraduannya,
menjaga dengan lebih was-was kalau Si Bocah itu kembali. Menunggu dengan sabar
telurnya yang sebentar lagi menetas.
***
Si Bocah yang berlarian tadi telah
sampai di pangkuan ibunya. Dengan polosnya dia mencoba menceritakan apa yang
terjadi. Tentunya dengan gumaman dan bahasa tubuhnya yang masih polos. Ibunya
yang dari tadi memperhatikan dari jauh pun tersenyum kecil, dan dengan bijak
dia berucap....
“Le,
kamu kalau mau ambil telur itu nanti saja. Tunggu beberapa hari lagi sampai
anak ayam keluar dari telurnya. Kalau perlu tunggu anak ayam itu sampai bisa
jalan. Nanti anak ayam itu juga dilepas kok sama Bapak, biar bisa cari cacing
di halaman. Itu induknya ngejar kamu, karena kamu mau ambil telurnya. Induknya
itu khawatir kalau terjadi sesuatu sama telur itu. Tinggal sedikit lagi kan
telur itu menetas jadi anak ayam yang lucu. Terus anaknya itu nanti bisa tumbuh
besar. Sekarang, anak ayam itu masih berusaha buat keluar dari telur. Kamu yang
sabar kayak induk ayam itu, Le.”
“Sama kayak ibu. Waktu kamu kecil dulu, ibu harus melek terus. Ibu takut kalau kamu digigit nyamuk, popokmu basah karena ompol, kamu haus dan lapar. Ya, itu karena ibu sayang sama kamu, Le. Sekarang kamu udah bisa jalan, kalau jatuh udah bisa bangun sendiri, kalau lapar sama haus bisa bilang sama ibu. Kamu jangan takut jatuh ya, Le.”
“Sini
hak duluu...”
“Aeeeemmm”
Si Bocah membuka mulutnya
dan memakan suapan nasi ibunya itu.
“Udah
sana lari-lari lagi, nanti kalo udah habis maemnya kesini lagi ya.”
Dan Si Bocah itu pun kembali berlarian
dengan riang....
***
Additional Story....
X
: Hmmm... kamu inget nggak aku masih punya utang.
Y
: Lhoh.. apa?
X
: Aku kan belum bilang by live yang dulu aku bilang di bandara.
X
: Ooohhh...
X
: Iya,, aku sayang kamu, mau nggak kamu jadi pacarku.
Y : Haha.. harus ya diomongin lagi??
Oh ya.. Ini ada sesuatu buat kamu, jangan sampe ilang ya soalnya ini cuma ada
dua di dunia ini. Aku juga sayang kamu (Dan adegan berikutnya, kamu ambil
sesuatu dari tasmu dan memakaikannya di tangan kiriku)
X : makasih yaa.. Insya Alloh bakal
aku jaga, semuanya. Udah tuh keretamu udah mau berangkat.
Y : iyaa..kok kayaknya cuma aku ya
yang berangkat. Sepi bener.
Dan bayangan suara klakson kereta
membuat cerita ini ragu untuk dilanjutkan kembali...