Angin malam semakin mendinginkan
suasana di dalam kereta. Tampak teman-teman terlelap dengan penuh kedamaian di
kereta. Berharap kereta ini mampu membawa ke tempat tujuan dengan selamat dan
tanpa terlambat.
Tak terasa, aku terbangun di tengah
heningnya malam. Kupandangi semua wajah teman-temanku. Ada yang tidur miring ke
kanan, miring ke kiri, mulut terbuka lebar, pokoknya macam-macam. Dan setelah
itu aku terjaga hingga kereta membawa kami menuju stasiun terakhir.
Jarum jam menunjukkan pukul 02.30 ketika
udara dini hari Jakarta menyapu wajah kami yang tampak lusuh setelah turun dari
kereta. Dengan bawaan yang lumayan sedikit, rombongan kami berjalan keluar
mencari tempat singgah. Dan kami memutuskan untuk singgah di sebuah masjid
sekitaran Senen. Dalam perjalanan, ada sebagian teman yang mencari makan di pagi
hari buta. Kebetulan saat itu perut sedang terasa full entah seperti ada yang
mengganjal baik di hati maupun di perut.
Jakarta emang nggak pernah mati, pagi
hari buta pun Jakarta sudah ramai. Sekumpulan anak muda sedang bermain kasti di
pagi hari. Buset. Mungkin karena ruang publik terlalu sempit saat matahari
keluar. Sungguh ironi sekali.
Kembali ke cerita kami. Setelah makan,
kami kembali menuju ke tujuan semula. Masjid sekitaran Senen. Begitu sampai,
ternyata masjid ditutup. Dan kemudian muncul ide untuk menuju ke Masjid
Istiqlal. Masjid terbesar di Asia Tenggara pada jamannya. Segera kami
menghentikan angkot dan bernegosiasi sebentar. Dengan biaya Rp 35.000,- kami semua
masuk ke dalam angkot, membelah Jakarta pagi hari. Aku kebagian duduk di bawah
bersama Izhar.
Sebentar kemudian, sang supir sudah
menyuruh kami turun. Dan ternyata,, masjid juga masih dalam kondisi terkunci
dan akan dibuka pukul 03.30. Waktu saat itu sudah masuk pukul 03.00. oke kami pun pasrah menunggu 30 menit, paling juga cepet. Sejurus kemudian, Faris memesan kopi
untuk menghilangkan dinginnya angin. Cukup enak juga nyeruput sedikit.
Tiba-tiba aku tercekat, smartphone blackberry ku berbunyi. Tertulis
di situ “Rumah” memanggil. Aku berpikir, ini tumben-tumbenan kenapa ditelpon
sepagi ini dan nanya kabar. Kuangkat “halo” dan yang menjawab di seberang
adalah masku. Lhoh??
“Rumah habis kemalingan, ini biar
Bapak yang bilang”
Dhueerr,, aku kaget. Ternyata kemudian
dari sana suara sudah beralih ke Bapak.
“STNK mu dimana? Ini rumah habis
kemalingan, kunci-kunci kendaraan pada hilang”
Blarrr.. astaghfirullah. Baru kali ini
kejadian ada pencuri masuk rumah. Dan sialnya dia datang pas aku nggak ada di
rumah. Berani-beraninya dia. Oke, bapak pun bercerita dengan kronologis
singkat, dan aku bisa menduga-duga semua kemungkinan yang ada. dan ternyata
setelah tahu semuanya akan terungkap bahwa semua dugaanku adalah mentah salah. Ini
jadi pelajaran, supaya jangan terlalu
cepat menyimpulkan jika belum tahu sendiri.
Hilang sudah mood saya pagi itu. Hingga
tak terasa 30 menit berlalu. Kami memasuki rumah Alloh yang megah itu, kami
membersihkan diri, mandi dsb supaya dapat shoat shubuh dengan khusyuk. Saat mandi,
terasa begitu dingin. Angin yang tadi masuk segera membuat badan menjadi tidak
enak. Namun, kuhiraukan itu semua karena adzan Shubuh akan segera
dikumandangkan.
Segera kami tunaikan sholat Shubuh
berjamaah di Istiqlal. Begitu tenang dan damai. Mungkin jika semua urusan
diadukan ke Tuhan, semua akan terasa lebih ringan. Setidaknya pikiran lebih
tenang sebelum kami memulai perjalanan menuju Kantor Pusat.