Journey#2 Shock in the Early Morning


Angin malam semakin mendinginkan suasana di dalam kereta. Tampak teman-teman terlelap dengan penuh kedamaian di kereta. Berharap kereta ini mampu membawa ke tempat tujuan dengan selamat dan tanpa terlambat.

Tak terasa, aku terbangun di tengah heningnya malam. Kupandangi semua wajah teman-temanku. Ada yang tidur miring ke kanan, miring ke kiri, mulut terbuka lebar, pokoknya macam-macam. Dan setelah itu aku terjaga hingga kereta membawa kami menuju stasiun terakhir.

Jarum jam menunjukkan pukul 02.30 ketika udara dini hari Jakarta menyapu wajah kami yang tampak lusuh setelah turun dari kereta. Dengan bawaan yang lumayan sedikit, rombongan kami berjalan keluar mencari tempat singgah. Dan kami memutuskan untuk singgah di sebuah masjid sekitaran Senen. Dalam perjalanan, ada sebagian teman yang mencari makan di pagi hari buta. Kebetulan saat itu perut sedang terasa full entah seperti ada yang mengganjal baik di hati maupun di perut.

Jakarta emang nggak pernah mati, pagi hari buta pun Jakarta sudah ramai. Sekumpulan anak muda sedang bermain kasti di pagi hari. Buset. Mungkin karena ruang publik terlalu sempit saat matahari keluar. Sungguh ironi sekali.

Kembali ke cerita kami. Setelah makan, kami kembali menuju ke tujuan semula. Masjid sekitaran Senen. Begitu sampai, ternyata masjid ditutup. Dan kemudian muncul ide untuk menuju ke Masjid Istiqlal. Masjid terbesar di Asia Tenggara pada jamannya. Segera kami menghentikan angkot dan bernegosiasi sebentar. Dengan biaya Rp 35.000,- kami semua masuk ke dalam angkot, membelah Jakarta pagi hari. Aku kebagian duduk di bawah bersama Izhar.

Sebentar kemudian, sang supir sudah menyuruh kami turun. Dan ternyata,, masjid juga masih dalam kondisi terkunci dan akan dibuka pukul 03.30. Waktu saat itu sudah masuk pukul 03.00. oke kami pun pasrah menunggu 30 menit, paling juga cepet. Sejurus kemudian, Faris memesan kopi untuk menghilangkan dinginnya angin. Cukup enak juga nyeruput sedikit.

Tiba-tiba aku tercekat, smartphone blackberry ku berbunyi. Tertulis di situ “Rumah” memanggil. Aku berpikir, ini tumben-tumbenan kenapa ditelpon sepagi ini dan nanya kabar. Kuangkat “halo” dan yang menjawab di seberang adalah masku. Lhoh??

“Rumah habis kemalingan, ini biar Bapak yang bilang”

Dhueerr,, aku kaget. Ternyata kemudian dari sana suara sudah beralih ke Bapak.

“STNK mu dimana? Ini rumah habis kemalingan, kunci-kunci kendaraan pada hilang”

Blarrr.. astaghfirullah. Baru kali ini kejadian ada pencuri masuk rumah. Dan sialnya dia datang pas aku nggak ada di rumah. Berani-beraninya dia. Oke, bapak pun bercerita dengan kronologis singkat, dan aku bisa menduga-duga semua kemungkinan yang ada. dan ternyata setelah tahu semuanya akan terungkap bahwa semua dugaanku adalah mentah salah. Ini jadi pelajaran, supaya jangan terlalu cepat menyimpulkan jika belum tahu sendiri.

Hilang sudah mood saya pagi itu. Hingga tak terasa 30 menit berlalu. Kami memasuki rumah Alloh yang megah itu, kami membersihkan diri, mandi dsb supaya dapat shoat shubuh dengan khusyuk. Saat mandi, terasa begitu dingin. Angin yang tadi masuk segera membuat badan menjadi tidak enak. Namun, kuhiraukan itu semua karena adzan Shubuh akan segera dikumandangkan.

Segera kami tunaikan sholat Shubuh berjamaah di Istiqlal. Begitu tenang dan damai. Mungkin jika semua urusan diadukan ke Tuhan, semua akan terasa lebih ringan. Setidaknya pikiran lebih tenang sebelum kami memulai perjalanan menuju Kantor Pusat.

Journey#1 Rush at The Train Station



Kubuka mata, dan matahari masih nampak malu-malu untuk keluar dari peraduannya. Sembari mengembalikan kesadaran, aku teringat bahwa petang nanti aku harus kembali (sesaat) ke Jakarta. Kota yang dulu pernah kujadikan kota mati. Namun, bagaimanapun aku menyangkalnya setidaknya selama beberapa tahun aku pernah berkecimpung di sana. Menyatu dengan kejamnya ibu kota.

Entah apa yang ada dalam benakku hari itu. Sore hari aku ke Jakarta, dan besok sore langsung pulang kembali ke Semarang. Mungkin ini yang dinamakan One Day Trip. Sebuah perjalanan pendek dengan sejuta harapan besar di tangan pemuda-pemudi harapan bangsa.

Sejenak aku teringat, bahwa hari itu aku punya janji dengan muridku. Oke. Kutunaikan dulu janjiku sebagai guru. Dan kutransfer semua ilmu yang aku punya. Proses transfer ilmu berjalan lancar disertai dengan petuah-petuah bijak memberi dorongan mental supaya beliau siap dalam ujiannya.

Sampai rumah sudah agak sore, segera aku menyiapkan segala sesuatu untuk keperluan besok. Kemeja putih, celana panjang, peralatan mandi, berkas-berkas. Oke, semua sudah siap dan tak lupa ritual sebelum keberangkatan harus dilakukan. Menyetel lagu pake headset sambil memandangi langit-langit kamar sambil memikirkan makna hidup.

Adzan Maghrib sudah berkumandang, segera aku melakukan sholat Maghrib dan Isya berurutan. Sejurus kemudian, aku diantar bapak menuju stasiun karena kebetulan kereta berangkat pukul 19.00 dan itu nggak pake molor. Perjalananku kali ini diiiringi dengan mendungnya kotaku, seakan memberi tanda bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi. Oke. Kubuang jauh pikiran jelek itu.

Tak terasa tiba-tiba aku sudah berada di depan pintu keberangkatan. Kutunggu teman-temanku di sana. Saat itu kita beranggotakan 16 orang anak. Ada yang datangnya awal dan ada yang datangnya belakangan. Satu persatu kawan-kawanku itu muncul. Dan ternyata setelah dihitung kembali kurang 2 orang. Ohh,, ternyata Izhar dan Faris. Maklum rumah mereka berada jauh di ujung barat kota kami.  Haha.

Jam di handphone menunjukkan pukul 18.45. Oke. Semuanya masih dalam kontrol. Segera mengontak keduanya dan tetap bersikap keep calm and forza ikmas. Izhar datang beberapa menit kemudian. Alhamdulillah. Nah, mana Faris? Petugas stasiun sudah memberitahukan untuk segera masuk ke dalam kereta. Di sini pengambilan keputusan harus segera dilakukan. Entah karena aku memang jahat atau bagaimana, aku mengambil keputusan untuk segera memasukkan teman-teman terlebih dahulu + memasukkan barang-barang dan kemudian turun kembali ke peron untuk menjemput Faris.

Adrenalin mulai terpacu karena jam sudah menunjukkan 18.55. Oke. Dilema dua pilihan : satu tertinggal atau semua tertinggal. Aku pun turun dari gerbong, belum sampai peron ternyata orang yang kurus tinggi itu muncul. Yaak. Faris akhirnya datang. Dan dengan umpatannya yang khas..

“ooo.. wedhus kuwe, Mbon”

Haha.. rasanya pengin nangis liat Faris datang. Alhamdulillah. Segera kami masuk ke gerbong. Berasa gerbong pribadi karena dalam satu gerbong hanya diisi canda tawa rombongan kami. Tentunya tawa kami masih bisa dikontrol supaya nggak menganggu penumpang lain. Ada yang main kartu, ada yang cuma nyemil-nyemil, ada yang ngobrol-ngobrol, ada yang curhat, ada yang cuma memandang keluar jendela dengan wajah sendu. Haha. Macem-macem. Dan akhirnya hari itu ditutup dengan harapan kami yang akan menjadi punggawa keuangan negara yang berintegritas tinggi.

(05.00-23.00 26 Sept'13)


t i m e m a c h i n e



Seandainya ada sebuah time machine, begitu banyak hal yang harus diskip, berikut adalah harapan saya yang jika saya harus berkaca, begitu banyak kesalahan di depan mata saya sebagai manusia yang pada kodratnya menjadi tempat kesalahan. Kiranya hakikat manusia untuk selalu belajar, belajar, dan belajar memperbaiki atau minimal tidak mengulangi kesalahan.

1.     Saya berharap untuk tidak diadakan pelaksanaan TKD, dan saya selalu ingin kembali ke era di mana saya dapat menghentikan waktu setelah dari berlibur.
2.     Saya berharap tidak hadir pada salah satu acara SNB Ramadhan.
3.     Saya berharap untuk tidak pergi ke sebuah restoran cepat saji (2)
4.     Saya berharap untuk tidak melakukan hal bodoh dalam peringatan hari lahir.
5.     Saya berharap untuk tidak mengulangi kejadian di  sebuah travel agent.
6.     Saya berharap untuk tidak mendapatkan kelas awal di kampus saya.
7.     Saya berharap untuk tidak pergi ke salah satu rumah makan cepat saji (1)
8.     Saya berharap untuk tidak melakukan sesuatu di malam tahun baru.
9.     Saya berharap untuk tidak menerima sebuah pernyataan yang menurut saya bisa dibilang keji.
10.  Saya berharap untuk tidak terdaftar dalam sebuah bimbingan belajar.
11.  Saya berharap untuk tidak melakukan sesuatu saat ada pentas seni.
12.  Saya berharap untuk tidak melakukan sesuatu setelah dari Bali.
13.  Saya berharap untuk tidak bermain Mxit.
14.  Saya berharap untuk tidak melakukan sesuatu di awal bulan Mei 2007.
15.  Saya berharap untuk tidak melakukan hal bodoh dengan handphone.
16.  Saya berharap untuk tidak melaukan hal bodoh dengan telepon rumah.
17.  Saya berharap untuk tidak melakukan hal bodoh dengan sepucuk surat.
18.  Saya berharap untuk tidak melakukan hal bodoh dengan main api.
19.  Saya berharap untuk tidak melakukan hal bodoh dengan gunting rumput tanaman.
20.  Dan saya berharap untuk dilahirkan dalam kondisi yang lebih baik.

Itulah rencana Alloh, dan saya juga nggak akan bisa mengubah semua itu untuk mengubah jalan hidup, sebuah skenario besar yang telah digariskan dalam hidup saya. Dengan semua manis-pahitnya, terkadang manis, terkadang pahit. You’ll see, it’s kind of miracle.

Keduapuluh hal di atas bukan sesuatu yang pahit. Justru sebaliknya, kesemuanya itu adalah sumber pengalaman saya, meskipun tidak mencakup seluruh hidup. Setidaknya saya mampu belajar dari hal-hal yang sesederhana itu. Terkadang luka itu ada yang indah.

Meski rasanya pahit, semuanya itu tetap menjadi bagian dari cerita kehidupan. lebih banyak tawa daripada duka. Karena Dia yang lebih tahu bagaimana menulis cerita. Kita hanya menjalankan, mengamalkan, dan mendoakan. 

Kita nggak selamanya hidup di dunia.... Syukuri apa yang kita punya dan ikhlas dalam menjalani hidup. Sebelum menjemput kehidupan abadi di sana.

[me] Spare Time



Bismillah...

Postingan pertama di bulan Oktober 2013, semoga menjadi awal terbukanya inspirasi dalam sebulan ini. Oktober aku datang.

Jadi, di awal Oktober ini saya sudah mendapat status baru. Berhijrah dari Dinas Koperasi dan sekarang beralih ke Dirjen Pajak. Tepatnya ketika saya sedang mengetik ini, saya berada di Galaksi Bima Sakti, Bumi, Asia, Asia Tenggara, Indonesia, Jawa Tengah, Semarang, Johar, Gedung Keuangan Negara, Lantai 1, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Tengah 1, Sie. Fungsional Pemeriksa, Kursi kerja. Ditemani netbook, jaket Barcelona, Smartphone Blackberry, dan setumpuk rekening koran bank milik salah satu wajib pajak.

Suasana di ruangan masih santai. Jarum jam menunjukkan pukul 7.53. di depan saya Mbak D sudah mulai bekerja semenjak saya datang, di sampingnya Mas W juga sedang bekerja. Di belakang saya, sang bos, Pak H sedang sarapan. Yang lainnya, sedang bekerja di depan meja kerja masing-masing. Entah apa yang dikerjakan.

Hmmm... tepat seminggu saya berada di ruang ini, di kursi ini. Perasaannya? Ya macem-macem. Mulai dari seneng, sedih, susah, bosen, garing, bisu, jengkel, kecewa, haru, sendu, biru, kaget, terpana & terpesona akan dirimu yang mencuri perhatianku.

Apa yang bisa saya ceritakan kali ini? Nope. Orang nggak ngapa-ngapain.. hehe. Dengan status pegawai yang diperbantukan alias magang. Saya, bersama seorang kawan yakni Matin, hanya tinggal menunggu instruksi dari mas-mas, mbak-mbak, dan bapak-bapak pegawai. Semua nggak sesuai yang dibayangkan. Mungkin juga karena pekerjaan di sini adalah pekerjaan berat yang nggak mungkin dilimpahkan ke kita-kita. Saya dan Matin hanya bisa bersabar. Inilah hidup. Kadang tidak sesuai dengan kenyataan. Bismillah. Semoga keadaan seperti ini lama-lama makin membaik. Yang penting semangat kerja tetap harus dijaga karena saya kan pegawai magang yang berintegritas, ganteng, mancung, item tapi manis. Hahaha

Intinya, saya sudah sering bilang. Manusia mengeluh itu wajar. Sebisanya keluhan itu diarahkan ke sesuatu yang positif, yang selalu memotivasi. Dan intinya pelajaran yang saya selalu bisa petik dalam beberapa bulan ini adalah “selalu bersyukur”. Orang yang nggak bersyukur itu pasti selalu merasa kurang. Ujung-ujungnya dia melakukan suatu tindakan bodoh. Apalagi soal materi, beuh.. nggak ada habisnya. Saya pernah merasakan dapet uang lumayan banyak menurut ukuran saya, waktu itu saya sudah merasa bisa menggenggam dunia. Apa lacur, beberapa bulan kemudian mimpi saya untuk menggenggam dunia sudah harus hilang dalam khayalan.

Ibu saya selalu memberi wejangan untuk selalu dekat denganNya dan juga selalu bersyukur Dengan bersyukur semuanya jadi terasa nikmat, enteng. Mungkin terdengar indah di ucapan. Tapi percayalah, bahkan saya juga kadang terpeleset. Semua ada hikmahnya. Banyak pelajaran yang bisa diambil dalam setiap peristiwa. Positif-negatif semua saling berkolerasi membentuk sebuah interaksi yang saling melekat satu sama lain. Milih yang positif saja yah.

Satu lagi pesan saya,,buat kamu-kamu yang kurang bersyukur, berubahlah... dan juga jangan sakiti makhluk Tuhan yang berjenis wa ni ta.. pliss.. cukup 2x saja aku lihat dia menangis. Kamu juga, Mbon (nanti) jangan buat nangis.. siip,, Insya Alloh.
Lakukan yang terbaik, maka itulah hasil terbaik yang kamu kerjakan. Terlepas itu berhasil atau gagal, semua kembali kepada dirimu, tekadmu, usahamu, dan doamu. Aku percoyo aku kudu iso.

Udah ah,, saya mau bekerja(?) dulu. Mana katanya mau ada pembelajaran e-learning tentang PPh, PPN, dan KUP. Duuh.. Perpajakan udah menguap semua ilmunya.

Daaaahh...

Salam hangat terdahsyat untuk semua saudaraku yang super di manapun Anda berada, dari Sabang sampai Merauke, dari Timor sampai ke Talaud. Merdeka!!

(08/10/2013 07.52 – 08.35, di sela-sela waktu magang)

Qd dan fww saat hari pertama lapor