Sepenggal Kisah Semangat Muda

      Setiap anak pasti punya mimpi, begitulah mimpi seorang Wisnu kecil yang selalu bermimpi bisa menjadi seorang pesepakbola profesional. Wisnu kecil selalu bermimpi untuk bisa memakai jersey tim kebanggaan warga Semarang, yaitu PSIS Semarang dan tentunya membela timnas Indonesia. Kala itu, di benak Wisnu kecil terbayang kebanggaan saat namanya akan selalu disebut atau diteriakkan di seluruh sudut stadion. Terlebih saat mencetak gol, itulah momen terindah seorang pesepakbola. Saat seseorang bisa melakukan selebrasi dan meluapkan semua kegembiraannya bersama para pendukung. Namun, seiring bertambahnya usia dan berkembangnya pola berpikir bahwa sepakbola bukan hanya urusan gol, tetapi juga bagaimana memberi semua kemampuan terbaik dan membawa suporter ke dalam euforia kemenangan tim.

“Hasil terlihat begitu berharga karena dia berupa sesuatu yang kualitatif, tetapi proses selalu jauh lebih berharga karena dia bersifat kontinyu dan menentukan hasil”

      Bermula dari kecintaan akan kulit bundar, dari situlah cerita ini dimulai.... Suatu kisah yang akan menceritakan tentang momen-momen seru saat menyepak bola dan perjalanan karir dalam dunianya. Selalu ada kesedihan, kesenangan, kegembiraan, kejengkelan, kenakalan, dll. Karena manusia diciptakan dengan memiliki perasaan....
berikut kisahku...

Tiga Tim Favorit
hmmmm.... waktu kecil dulu suka sekali berada di posisi pencetak gol..haha
Dulu saat pertama kali menonton pertandingan sepak bola di TV, aku selalu membayangkan menjadi seorang Hernan Crespo (SS Lazio), Javier Saviola (Barcelona), serta Thierry Henry (Arsenal). Ketiga striker andalan pada masing-masing tim yang nantinya menjadi tim idolaku saat itu hingga kini.







 


Hernan Crespo
Javier Saviola

















Henry


       Saat itu mungkin sudah terlambat untuk memulai karir sebagai pemain sepakbola.. karena usiaku sudah setara dengan SMP (saat itu aku kelas 2 SMP) dan bapak mendaftarkanku pada sebuah lembaga pendidikan sepak bola (LPSB) Tugu Muda. Bapak dulu pernah bilang kalo Tugumuda ini merupakan sekolah sepak bola yang dimiliki oleh Bapak Sartono Anwar (seorang tokoh sepakbola nasional yang berasal dari semarang). Dari sekolah sepak bola inilah muncul pesepakbola yang berkibar di sepakbola nasional, misalnya saja: M Ridwan, Nova Ariyanto, Restu Kartiko, dll. Aku pun selalu termotivasi untuk berlatih lebih giat.

Masa-masa itu....
      Saat-saat berlatih di Tugumuda merupakan saat yang paling menyenangkan belajar dasar-dasar bermain bola. Dribbling, passing, shoting, dan semua gerakan dasar diajarkan dengan baik. Gerakan lebih teratur dan tenaga lebih efisien. Waktu itu Pak Mono (pelatih) selalu mendidik dengan keras dan terkadang dia terlihat marah. Yang aku ingat bahwa dulu seorang pelatih tidak suka jika anak didiknya mengucapkan kata-kata kotor saat berlatih. Jika ketahuan, maka akan langsung disuruh push-up.. untung waktu itu aku jarang ngomong saru (sekarang sering-,-)


      Saat latih tanding pertama kali, Pak Mono menyuruhku untuk berada di posisi gelandang tengah, di mana saat itu dijelaskan bahwa skema permainan adalah 3-5-2 atau 5-3-2. Formasi yang masih kuno dengan 3 bek tengah. Bermain di gelandang tengah membuatku tidak begitu nyaman karena waktu itu aku masih anak bawang dan belum berani memegang bola. Debut yang lumayan baik lah..:)
      Selang beberapa minggu kemudian.... uji coba kedua di mana LPSB Tugumuda melawan SSB Gelora Jatidiri. Laga ini dimainkan di kandang mereka.. ya,, di stadion jatidiri.. tempat di mana PSIS selalu bertanding dan dulu pernah menjadi juara Liga Indonesia V tahun 1999. Betapa bangganya aku akan menginjak rumput stadion itu.

Cedera pertama....
      Tak diduga sebelumnya ternyata tim kami yang notabene tim 91 (maksudnya kelahiran 1991) melawan tim 89 Gelora Jatidiri. Selain itu, juga ternyata Pak Mono memilih aku untuk menempati posisi striker. Posisi yang sesuai dengan hasrat muda waktu itu.
      Rumput stadion Jatidiri masih basah terkena embun pagi kota Semarang bagian atas. Terasa begitu halus dan terawat. Aku pakai sepatu biru ku yang waktu itu berharga Rp50.000,- dan memakai shin guard AC Parma. Kick off dimulai dan aku lihat musuh memiliki badan yang lebih besar. Sempat gentar juga menghadapi musuh yang seperti itu. Pertandingan tidak berjalan seimbang dengan penguasaan bola yang lebih dominan pada tim lawan.
Aku tidak putus asa, karena aku tidak mau menghilangkan kepercayaan yang diberikan kepadaku

Dan momen itu terjadi....

      Saat terjadi perebutan bola, aku tersenggol oleh pemain lawan yang berbadan lebih besar. Aku terjatuh dalam posisi tumpuan tangan kiri. Dunia serasa gelap, tanganku terasa begitu sakit dan ngilu. Aku memutuskan untuk bangkit. Aku mendengar para orang tua berteriak kepadaku untuk bangun, bertepuk tangan tanda memberi semangat, dan yang pasti di antara para orang tua itu ada bapak yang selalu mendukungku baik saat latihan atau bertanding :’)

      Di tengah rasa sakit tadi, pelatih tidak menggantiku. Aku hanya berjalan dan sudah tidak konsen dengan pertandingan. Tanganku aku pegang di belakang. Salah satu penonton ada yang nyeletuk
“mas, bal-balan ojo nggendong tuyul!”
(“mas, kalo sepak bola jangan gendong tuyul!”) seperti itu para suporter mengejekku. Aku tidak mempedulikannya. Dan pertandingan terus berlanjut...
      Cedera tangan kiri ini merupakan cedera yang pertama dan terakhir selama di Tugu Muda. Agak aneh memang kalo yang bermain kaki tapi yang sakit tangan-,- sampai saat ini tangan kiri tidak bisa sekuat tangan kanan. Tentunya hal ini menambah degradasi kemampuan tubuh bagian kiri ku setelah mata kiri, telinga kiri, kaki kiri bahkan otak kiri --? tidak sekuat dan sekokoh tubuh bagian kanan.
      Tak terasa 4 gol bersarang di gawang kami tanpa bisa membalas satu gol pun. Ya, kami kalah 0-4. Pelatih tidak marah dan terus memberi support kepada kami. Begitulah sepak bola. Selalu ada yang menang dan yang kalah.

Masa-masa kelam
      Semenjak kekalahan itu, semua menjadi berubah. Mungkin pelatih kecewa dengan permainanku dan akhirnya aku dipindah ke posisi belakang (bek/stopper). Apa?? Stopper??
Sebuah posisi yang menurutku sangat sangat sangat tidak populer dan tidak berperan buat tim. Namun, posisi ini malah membawa berkah (cerita lain yah). Posisi bek merupakan posisi yang tidak seru, dimana saat teman-teman menyerang untuk mencetak gol, aku hanya bisa maju sampai garis tengah dan aku boleh ikut maju kalau hanya ada tendangan penjuru :’(
       Latihan terasa garing dan aku rasa sejak kekalahan telak itu, Pak Mono melatih dengan lebih disiplin. Tak jarang aku kena damprat. Mentalku waktu itu belum kuat sehingga dampratan itu menyebabkan aku menjadi malas untuk berlatih. Kemalasan itu memuncak saat waktu latih tanding dengan Putra Mranggen di lapangan Pucang Gading, aku hanya diturunkan selama 5 menit!! Ya Cuma 5 menit!! Jiwa pemberontak itu keluar. Dan sejak itu aku jarang berlatih. Padahal bapak sudah membelikan sepatu baru dan bola baru. Tapi aku tetap ogah. Akhirnya bapak menyerah membujukku.
      Berakhirlah sudah masa-masa belajar sepak bola di Tugumuda dan berakhir pula jenjang karir untuk menjadi pesepakbola profesional.
Tetapi..

Impian itu tidak akan pernah berakhir...  dan aku selalu berusaha untuk memberi hal yang lebih kepada kulit bundar
Aku berharap entah suatu kapan saat Wisnu junior lahir akan mencintai bola dan akan memakai seragam PSIS atau Merah Putih dengan Garuda di dada..amin :)


Maju terus sepak bola ku dan sepak bola Indonesia....